SELAMAT DATANG DI WEB AS-SAIDIYYAH DORMITORY

Rabu, 27 Mei 2015

Takdir Cinta di Langit Aceh

            Suara mencekat itu mulai memanggil nama ku,setelah agak lama ia tertidur pulas di atas ranjang tidur.Buaian mimpi indah mungkin baru saja dialaminya,sehingga ia tak menyadari kehadiranku yang duduk disampingnya sekitar satu jam yang lalu.
Menatap lama kias wajah sayunya yang mulai berubah dari waktu ke waktu,dan mungkin akan tak lama lagi aku dapat melakukan hal yang sama seperti saat – saat seperti ini untuk beberapa tahun ke depan.
Mata itu mulai terbuka dan sesekali mengerjap – ngerjap mengelilingi bola matanya yang mulai sipit.Sudah mulai terhias lipatan kerutan yang menandakan ia telah lama merasakan kehidupan alam dunia.Dengan tubuh kecil dan tangannya yang mungil,ia mencoba menggapai wajahku setelah agak lama matanya mencari – cari keberadaanku yang ternyata telah lama duduk bersimpuh di sampingnya.
Ami,gerangan apa ami memanggilku?Apakah ada yang terasa sakit ditubuhmu,biarkan aku melihatnya,mi” ucapku dengan nada penuh kekhawatiran.
Ami menggeleng pelan,lalu tersenyum kecil.Ia hanya mengangkat jari telunjuknya yang mengarah pada sebuah lemari tua yang berdiri di dekat ranjang tidurnya.Tepatnya berada di sampingku.Aku mengerti maksud ami,dan segera aku ambil sebuah benda yang tergeletak diatasnya.Sempat ku perhatikan sebuah tulisan yang menunjukkan nama seseorang yang tertulis di atas lipatan itu, Abu sofyan,Lhokseumawe,Aceh.
Aku menyerahkan lipatan itu kepada ami.Dan ia mulai membukanya,menatap isi kertas itu sejenak,lalu melipatnya kembali dan menyerahkannya padaku.Aku belum begitu tahu apa maksud ami menyodorkan kertas itu padaku.Aku hanya diam dan menerima kertas itu,hingga menunggu penjelasan dari ami tentang semua maksud perlakuannya.
“Andi,sayangkah kau kepada ami?”.Tanya ami yang kontan membuatku agak terkejut.
Semenjak aku mengenal ami.Di dunia ini,hanya ami yang aku sayang dan ku hormati,ami”.Jawabku dengap penuh kesopanan.
Sekilas ami memunculkan senyuman kecilnya.namun hanya sesaat,senyum itu redup kembali,dan berlanjut dengan bibir datarnya.
Jadi kau mau mengabulkan apa yang ami inginkan?”.Tanya ami.
Apapun yang ami inginkan,itu sudah pasti menjadi tugasku untuk mewujudkannya,mi.Apa yang ami inginkan saat ini?”
Temuilah orang yang ada di kertas itu,Andi.Berikan pesan dari ami padanya.
Sampaikanlah salam ami padanya”.

Aku mengernyitkan dahiku sejenak.Apa yang sedang ami utarakan untuk menyuruhku meninggalkan ia sendirian.Tak tahukah,ami,kini kau sedang berperang melawan penyakitmu yang sudah semakin memakan tubuhmu.Namun aku tak dapat berprotes apapun,karna sesungguhnya ami sedang berharap padaku.Yang mana kini terpancar di wajahnya,bahwa ia sangat ingin aku pergi menemui seseorang yang ada di kertas itu dan meninggalkannya sendirian berjuang melawan rasa sakitnya.

Aku hanya bisa mengangguk pelan,tanpa ku tahu sebenarnya,apa yang dimaksudkan ami tentang sesuatu yang ada di Aceh sana.Siapa yang akan ku temui,aku tak tahu.Benar – benar tak tahu.Kemudian,aku bergegas pamit meninggalkan ruangan ami.
        ——————————————————————Lhokseumawe adalah salah satu dari sekian kabupaten yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam.Daerah yang begitu jauh dari keberadaanku yang saat ini ada di Jawa Tengah.Dan siapa Abu Sofyan itu,ada hubungan apa antara ami dengannya.Semua pertanyaan itu hanya bisa keluar dari lubuk hatiku saja,tak akan ada yang bisa menjawabnya.Kecuali hanya dari mulut ami,segala yang ku fikirkan akan terjawab dengan jelas dan aku dapat mengerti mengapa ami menyuruhku untuk bertemu dengannya.
Segala sesuatunya telah siap.Hanya satu yang belum ku lakukan,yakni restu dari ami.Yang akan menjaga aku saat diperjalanan hingga nanti aku sampai dan bertemu dengan orang yang bernama Abu Sofyan itu.Namun ketika daun pintu kamar ami kubuka,terlihat ami sedang tertidur lelap dengan hiasan senyum kecil di bibirnya.Tangannya yang terlipat di depan dada,dan tubuhnya yang lurus searah dengan kiblat membuatku tak tega membangunkannya.Akhirnya ku putuskan untuk menulis kata dan ucapan terakhirku sebelum aku melangkah pergi diatas kertas putih.Dan ku selipkan diatas tumpukan telapak tangan
          ———————————————————————Tanah bekas luapan amarah laut Banda Aceh,yang berwarna merah kehitam – hitaman,kini telah aku pijak.Bahkan gedung pencakar langit,jalanan raya yang menjulur panjang,pohon – pohon rindang yang meneduhkan bagi setiap orang yang berlindung di bawahnya,semuanya telah kembali lagi.Tumbuh dan berkembang lagi,seperti dulu sebelum bencana itu datang.

Setelah berjalan cukup lama sambil sesekali menanyakan tentang informasi keberadaan kyai Abu Sofyan,perjalananku pun akhirnya terhenti di depan sebuah pondok pesantren.Pondok itu tak terlalu besar namun memiliki sebuah masjid yang cukup indah.
sebuah plat di samping  gerbang itu menunjukkan nama pondok itu adalah “PONDOK PESANTREN DARUSSALAM” oleh asuhan kyai Abu Sofyan.Aku menghela nafas panjang,
lega sudah rasanya kali ini.Akhirnya ku temukan juga orang yang sedang dimaksudkan oleh ami.Setelah perjalanan panjang dan rasa lelah yang cukup di rasa,peluh keringat dan rasa dahaga.Kini sudah tiba waktunya istirahat itu tiba.
Mulai ku langkahkan kaki ini menuju sebuah ruangan tempat informasi yang akan membantuku untuk bisa bertemu dengan junjungan pondokan itu,yakni kyai Abu Sofyan,
seseorang yang sangat ami harapkan aku dapat bertemu dengannya.Dan ketika aku masuk ke dalamnya,ku jumpai seorang laki – laki yang mengenakan sarung dan baju putih panjang beserta peci yang melihatku masuk dan berjalan mengarahnya.Ku pikir ia adalah salah satu santri yang telah di tugaskan menjaga tempat informasi di pondok pesantren ini.

    “Assalamualaikum,ada yang bisa kami bantu?” tanya santri itu dengan penuh ketakdiman.

    “Waalaikumsalam,kedatangan saya kesini untuk bertemu dengan kyai pondok Darussalam,yakni kyai Abu Sofyan.Dapatkah anda mempertemukan saya dengan beliau?” tanyaku berharap.

    “Bisa saja kami mengaturnya,tapi maaf sebelum itu,adakah sebelumnya perjanjian untuk bertemu sudah direncanakan?” tanyanya balik.

    “Maaf,tapi saya datang dari Jawa kesini karna dorongan dari ibu saya.Beliau menyuruh saya untuk mengirimkan pesan dan salam darinya untuk kyai Abu Sofyan”

    Santri itu mangut – mangut tanda kefahaman akan maksud tujuanku.Ia pun menunjukkan arah jalan menuju ndalem kyai Abu Sofyan,sambil memanggil teman santrinya untuk mengantarkanku menuju ndalem kyai di ponpes Darussalam itu.

Tibalah akhirnya santri itu mengantarkanku pada sebuah rumah sederhana yang berdinding ukiran kayu dan anyaman bambu yang penuh dengan aroma seni.Ku pikir kyai Abu Sofyan ini adalah salah satu pecinta seni di kalangan pondok ini.Bagaimana tidak, terlihat dari segala jenis lukisan – lukisan dari Jawa dan Aceh terpampang rapi di dinding depan rumah beliau.Setelah berpamit,santri yang mengantarku itu berlalu dari hadaanku.

Aku pun mencoba memberanikan diri mengetuk daun pintu yang kini sudah berdiri di depanku.Dengan bacaan basmalah,aku siapkan diri untuk bertemu seseorang yang sepertinya ami sangat berharap aku dapat bertemu dengannya.
Ketukan yang berjumlah tiga kali sudah kulakukan pada pintu yang sudan terbuka itu.
Kemudian muncullah seorang gadis yang ku akui cukup rupawan dengan balutan jilbab putih yang menambah kecantikan di wajahnya.Ketika tahu bahwa yang mengetuk adalah orang asing sepertiku,ia pun kontan menundukkan kepalanya dalam – dalam.Tak ada nyali sedikitpun untuk menengadahkan kepalanya kembali walau hanya sekadar melihat bahwasanya ada tamu yang sedang berkunjung.

    “Assalamualaikum,maaf,anda siapa.kalau santri mau ambil kos makan,bisa langsung ke belakang.Pintu depan hanya untuk para tamu abah saja” ucap gadis itu dengan tergesa – gesa.

Terlihat ada nada ketakutan dalam desah suaranya.

    “Waalaikumsalam,maaf juga.Tapi saya ini bukanlah santri disini,melainkan saya adalah oran dari luar pondok.Saya datang dari Jawa Tengah untuk bertemu dengan kyai Abu Sofyan,

pengasuh pondok pesantren disini” terangku kemudian.

    Gadis itu akhirnya mulai mengangkat wajah cantiknya kembali.Namun ia tidak berani menatap wajahku,hanya sekilas saja lalu berpaling kembali.

“Oh kalau begitu maafkan saya.Silahkan langsung masuk saja,abah ada di dalam.

saya akan panggilkan beliau dahulu”.

    Ternyata gadis itu adalah putri dari kyai Abu Sofyan.Alangkah bahagianya beliau dapat memiliki putri secantik dan sesopan itu.Bahkan untuk melihat sosok lelaki pun iantak berani,menakjubkan.Setelah dipersilahkan,aku pun duduk di sofa yang di peruntukkan bagi para tamu bersilaturahmi.Sambil sesekali pandanganku menyebar menjelajah arsitektur ruangan tamu ndalem kyai Abu Sofyan.Gadis itu pamit meninggalkanku untuk memanggil orang yang ku tunggu – tunggu,yaitu kyai Abu Sofyan.

Tak lama menikmati keindahan ornamen di ndalem kyai Abu Sofyan,tiba – tiba muncul seorang lelaki paruh baya datang menghampiriku.Mungkin umurnya sudah mencapai setengah abad,karna ku lihat di jenggot yang menggantung agak lebat di dagunya itu sudah ada yang mulai berwarna putih.Lelaki itu mengenakan baju panjang putih mirip pakaian yang biasa dipakai para kyai pada umumnya,dan ditambah balutan kain putih yang menempel pada sisi kepalanya yang mirip dengan kupluk para Walisongo yang sering ku lihat dalam lukisan

Bergegas aku berdiri dan mencondongkan badanku agak kedepan.Ku cium tangannya dengan kedua tanganku.Tercium sesaat harum semerbak yang keluar dari telapak tangannya.
Harum khas aroma sang kyai.Lantas aku pun duduk kembali setelah beliau menyuruhku untuk kembali duduk.Pembicaraan pun segera dimulai,aku mencoba mengatur nafas agar apa yang ku sampaikan tak salah pada pendengaran beliau.

    ”Assalamualaikum kyai Abu Sofyan” tuturku memulai pembicaraan.

    “Waalaikumsalam,darimana kau berasal dan apa gerangan kau ingin bertemu denganku,

anak muda!sepertinya penting sekali” jawab kyai Abu Sofyan.

    “inggih kyai…!saya berasal dari daerah yang cukup jauh dari sini,yakni Jawa Tengah.

Nama saya adalah ...” ucapku terhenti seketika,ku lihat raut wajah beliau berubah mimiknya menjadi sangat terkejut setelah mendengar ucapanku yang belum selesai ku utarakan.

    “Jawa Barat?” ucapnya dengaan kening berkerut.Akupun menganggukkan kepala dengan pelan.

 

    “Siapa namamu,nak?” tanya beliau kembali.

    “Andi Ali Akbar,pak kyai” jawabku.

    Tambah terkejutlah kyai Abu Sofyan setelah mendengar aku menyebut nama panjangku.Ku dengar beliau mendesah dengan ucapan hamdalah berkali – kali,namun agak samar.Terlihat pula mata beliau berkaca – kaca seperti habis mendengar sebuah pernyataan yang tak begitu disangkanya.Aku tak mengerti dengan semua perubahan pada wajah dan mata beliau tersebut.Aku tak berani melanjutkan maksud perkataanku yang sempat terhenti apalagi menanyakan gerangan apa yang membuat kyai Abu Sofyan kontan terkejut.Aku hanya memilih diam hingga menunggu beliau mempersilahkanku kembali untuk berbicara.

Namun tiba – tiba saja beliau bangkit berdiri dan beralih duduk di sofa yang sedang ku tempati.Aku semakin menundukkan kepalaku dalam – dalam,melihat beliau tertegun menatapku dengan jarak kami yang begitu dekat dan matanya yang penuh dengan kaca kaca air mata.Aku sendiri tak tau harus melakukan apa agar beliau tak bersikap seperti itu padaku.

Beliau adalah orang terpandang di seluruh wilayah Lhokseumawe,akan tetapi saat ini seakan aku seperti sedang berhadapan dengan seorang yang sangat dekat dengan jiwa dan fikiranku.

Seperti bayangan almarhum abiku yang telah hidup kembali.

    Ia mulai mengangkat wajahku,pelan dan sangat lembut terasa telapak tangannya.Ia membelai rambutku penuh amat cinta.

    “Akhirnya setelah 10 tahun ku lewati,aku akhirnya bertemu denganmu,Andi.Mengapa hanya kau yang datang,dimana ami?” ucap kyai Abu Sofyan tersedu.

    "A...ami?pak kyai tahu tentang nama panggilan ibu saya?” tanyaku agak setengah terkejut.

    “Bagaimana tidak,aku adalah orang yang telah lama menanti kehadiran kalian disini”

    “B...baiklah,pak kyai”

    Pada akhirnya aku tak begitu mengerti maksud perkataan beliau,aku hanya menyodorkan surat titipan ami kepada kyai Abu Sofyan.Ia menerimanya dengan tangan yang bergetar.Lalu membaca isi dari surat ami.

Lhokseumawe,NAD. Assalamualaikum wr.wb

    Sofyan,kini kau telah tahu apa yang sedang ku persembahkan padamu saat ini dulu ia sering kau sebut dengan malaikat kecilmu dan kini ku bawakan ia di hadapanmu biarkan kini dia tau dan percaya bahwa kau adalah ...abinya.

Tak usah lagi kau berfikir tentangku aku takkan lagi bisa bertahan karna,inilah waktunya yang sangat tepat.

Wassalamualaikum

    Jawa Barat,27 februari 2014.                                                                                                       

            AISYAH

    Mata kyai Abu Sofyan kembali menggenangkan air mata,bahkan air mata itu sudah jatuh mengaliri pipi beliau.Ia memeluk kertas yang mulai agak kusut itu erat – erat seakan seperti tak mau kehilangan sesuatu yang sedang dipeluknya itu.Namun itu tak belangsung lama,beliau kembali melipat surat itu dan menaruhnya di atas meja bundar di depannya.

Kemudian dengan langkah agak tergesa – gesa,beliau berlalu menuju kamarnya dan kembali lagi dengan membawa sebuah album kusam berwarna coklat dengan corak motif kotak – kotak pada sampulnya.Beliau memperlihatkan album itu padaku dan menyuruhku untuk membuka dan melihat isi dari album itu.Aku pun hanya menurut saja.

Dan baru saja pada halaman pertama di album itu,aku seketika terheran dengan sebuah gambar foto yang isinya adalah ami dan kyai Abu Sofyan dengan seorang bocah laki – laki yang sedang berpose bersama di depan sebuah rumah kuno.Ami terlihat begitu bahagia di foto itu,terlihat semburat senyumnya yang sedang merangkul bocah laki – laki di depannya dan rangkulan tangan kyai Abu Sofyan yang melingkar di bahu ami.Kira – kira bocah itu sekitar berumur 12 tahunan.terlihat foto itu seperti sebuah keluarga yang terlihat sempurna yang penuh dengan kesakinahan.

    “Sekarang,apa yang kau ketahui begitu melihat foto itu,Andi?” tanya kyai Abu Sofyan.

    Aku hanya menggeleng,karna aku memang belum tahu dan belum mengerti apa maksud kyai Abu Sofyan memperlihatkan foto ami yang sedang bergandengan dengan beliau.Mungkin saja dulu mereka bersahabat,namun ada kegelisahan yang ingin aku tanyakan kepada beliau yaitu tentang bocah laki – laki yang berada di foto mereka.

    “ini kau Andi,dirimu ketika 10 tahun yang lalu” ujarnya dengan menunjuk wajah bocah laki – laki pada foto itu.

    Aku terkejut,bocah laki – laki itu adalah diriku? Apakah mungkin kyai Abu Sofyan adalah abiku yang pernah ami katakan dulu ia telah meninggal.Aku tak berani memastikan,

hanya lagi – lagi aku memilih diam.

    “maksud pak kyai?” tanyaku kemudian.

Beliau terlihat menghembuskan nafas panjangnya.Kemudian,mulailah beliau menjelaskan semua kisah dulunya bersama ami.Setiap pernyataan yang terucap dari bibir beliau,seperti aku mendengar sebuah dentuman keras yang bertubi – tubi menghantam diriku.

Seketika,terjatuh aliran bening yang melintasi pipi kanan dan kiriku.Kini aku telah bertemu dengan seseorang yang dulu ia sering kupanggil abi.Dia adalah kyai Abu Sofyan,pendiri dan pengasuh ponpes Darussalam.Setelah kisah tragis ombak laut Banda Aceh yang memisahkan antara aku dan abi yang terjadi 10 tahun yang lalu.Aku akhirnya dibawa oleh ami keluar dari wilayah Aceh yang saat itu kedaannya penuh dengan porak poranda.Saat itu aku mengalami suatu benturan keras yang menimpa kepalaku,membuatku mengalami penyakit lupa siapa aku dan lingkunganku,termasuk ami.

    Namun dengan keteguhan ami,pada akhirnya aku mampu mengingat kembali tentang diriku.Semuanya terkecuali abiku,kyai Abu Sofyan yang dulu ku anggap telah meninggal dunia akibat amarah tsunami Banda Aceh kala itu.Dan sekarang aku telah bertemu dengan beliau.Setelah kebutaanku yang cukup lama tentang sebuah rahasia takdir tuhan,kini pada akhirnya aku dapat memandang wajah abi lagi.Meski saat ini aku masih belum dapat mengingatnya ketika dulu masih bersamaku dan ami beberapa tahun yang lalu.Yang terlihat begitu bahagia di senyuman wajah – wajah yang berpose di dalam foto album yang tengah ku pegang saat ini.

    “jadi,kyai Abu Sofyan adalah abi?” tanyaku sekali lagi untuk menyempurnakan keyakinanku.

    “iya anakku,” jawabnya yang diiringi pelukan hangatnya yang mendarat di tubuhku.

            Inilah yang kuakui takdir cinta yang sebenarnya.Pertemuan yang direncanakan oleh ami untuk mempertemukan aku bersama abi berjalan sudah sesuai harapannya.Ami,jika maksud ini kau menyuruhku untuk pergi meninggalkanmu sendirian di sana,maka aku hanya dapat mengucapkan rasa terima kasihku kepadamu lewat batin ini saja.Karna kau hanya sendiri disana.Semoga saat ini kau masih berada dalam lindungan Allah.

                                                        ***

    Senja sore yang menggantung di sela – sela awan putih itu mulai menunjukkan warna keemasannya.Bersamaan dengan itu,aku dan kyai Abu Sofyan yang kini telah ku panggil abi itu berkumpul di depan serambi masjid yang dihiasi lalu lalang para santri yang hendak menunaikan sholat maghrib berjamaah.Terlihat para santri yang hendak lewat di depan abi itu selalu membungkukkan badannya ke depan.Ada pula yang memberanikan diri untuk bersimpuh sejenak di depan abi,lalu mencium tangannya dengan takdim.Benar – benar pemandangan yang mengindahkan mata ini.

Bukan saja hanya santri putra yang hendak menunaikan sholat maghrib di senja ini,namun santri putri pun terlihat bergegas dengan pakaian putihnya yang berjalan menuju masjid bagian belakang yang khusus telah disediakan untuk para santri putri saja.Diantara sekian banyak santriwati yang lewat,mataku tiba – tiba saja tertuju pada seseorang santri yang berjalan sendirian dengan wajahnya yang tertunduk menatap ke bawah kakinya.Langkah kakinya agak pelan,seperti ada yang sedang mengganggu fikirannya.Wanita itulah yang ku temui pertama kali ketika aku mengetuk pintu rumah abi tadi pagi.Yang saat itu wajahnya yang tertutup oleh tundukan kepalanya karna terkejut melihatku.

Saat itu abi tengah melihatku yang tengah asyik menatap gadis cantik yang sedari tadi memang sedang kuperhatikan.Ia tersenyum simpul lalu menepuk bahuku agak keras.

“namanya Arnita,dia cantik kan?” celetuk abi yang membuatku agak terkejut karna beliau tahu apa yang sedang ku amati.Aku pun hanya tersenyum sesaat.

“dia adalah...” ucap abi terhenti seketika,karna ada salah seorang santri yang mengajak beliau untuk segera  memimpin sholat maghrib dengan segera.

Beliau pun akhirnya bangkit dan mulai berjalan menuju tempat imam untuk memimpin sholat.Aku berjalan mengekor di belakangnya dan segera melakukan apa yang menjadi tuntutan agamaku,yakni sholat maghrib.Karna langit sudah mulai berwarna gelap.

Seusai sholat maghrib,aku dan abi bergegas pulang menuju ndalem.Namun ketika kami lagi asyiknya berjalan sambil sesekali mata kami menjelajah lingkungan yang kami lewati,terlintas begitu saja di benakku untuk menanyakan siapa gerangan santri putri yang ku tahu namanya adalah arnita itu.Mengapa ia dapat memasuki rumah abi dengan mudah,

padahal abi bilang ndalem itu hanya boleh dimasuki oleh orang – orang tertentu suruhan abi saja.Itupun hanya sekedar untuk membersihkan kamar – kamar dan ruang tamu.

    “abi,bolehkah aku menanyakan perihal tentang santriwati tadi.Maksudku,Arnita!” tanyaku memberanikan diri.Abi lagi – lagi tersenyum.

    “rupanya kau penasaran dengannya.Nanti kalau kita sudah sampai di rumah,kau akan tau sendiri.Siapa dia,anakku!” ujar abi dengan santai.

Kami pun meneruskan perjalanan tanpa diselingi obrolan lagi.Karna belokan yang baru saja kami lewati adalah belokan terakhir untuk bisa sampai di rumah abi.Tinggal beberapa meter lagi kaki kami melangkah,kami sudah mulai memasuki pekarangan depan ndalem.

Dan baru saja ketika kami membuka pintu rumah,Arnita sedang duduk diatas kursi sofa di ruang tamu dengan arahan kepalanya yang menunduk.Dan tak lama setelah itu ia seketika mengangkat kepalanya setelah melihat kedatanganku bersama abi.Matanya sedikit terperangah,terlihat ia baru saja melamunkan sesuatu.

    Abi pun mengajakku untuk duduk pula di sofa yang letaknya bersebelahan dengan Arnita.Namun aku menolak,aku memilih tempat duduk yang berhadapan dengan Arnita yang berpagar meja bundar di depanku.Meski begitu,aku tetap saja tak bisa memindahkan mataku kearah lain selain hanya menghadap kearah wajah Arnita yang terlihat agak malu – malu.

    “Andi,kenalkan.Ini Arnita,adikmu!” ucap abi seketika.

Aku agak sedikit terkejut,begitu pula Arnita yang seketika itu wajahnya langsung memerah semu.Pernyataan abi sudah membuat aku dan Arnita tak dapat berkata apapun.Aku hanya bisa menanti penjelasan abi tentang pernyataannya itu.

Abi pun melanjutkannya,dan dari situ aku tahu bahwa ketika aku dan ami berada jauh di Jawa sana,abi akhirnya memilih menikah kembali dengan wanita lain karna beliau saat itu merasa lelah menanti kabar dariku dan dari ami yang seperti hilang ditelan ombak tsunami karna sudah lama tak ada kabar beliau menikah dengan wanita janda yang telah memiliki satu anak perempuan,dan Arnita itulah anak perempuan itu.Abi menganggap dulu aku dan ami  telah  meninggal,hingga akhirnya beliau memilih menikah kembali meski antara ami dan abi belum ada kata cerai.

Awalnya aku agak tersinggung ketika abi tega menduakan ami,namun ketika sampai di penghujung kisah beliau,akupun tak bisa memungkiri bahwa posisi abi kini memang tak salah.Terlihat mata Arnita berkaca – kaca dan setelah itu menetes mengaliri pipinya yang halus.Aku pun hanya bisa menghembuskan nafas panjangku ketika aku tahu,Arnita adalah seseorang yang kini harus ku ubah di mata penglihatanku.Bukan sebagai wanita yang ku kagumi,melainkan sebagai adikku.Yah…adikku yang baru saja dilontarkan abi barusan.

Dering ponselku bergetar tiba – tiba,tanda ada pesan baru yang masuk.Segera ku rogoh saku bajuku,dan ternyata memang benar ada sebuah pesan yang masuk di inbox ku,

namun pesan itu dikirim oleh nomor asing yang baru pertama kali ini aku melihatnya.Tak butuh waktu lama,ku bukan segera pesan SMS itu.Dan isinya seketika saja membuatku terkejut setengah mati.Bukan hanya terkejut,namun ponselku pun tak kusadari telah terjatuh dari genggamanku.

From :085749809215

Andi,aku pak Joko.Tetangga depan rumahmu.Aku hanya ingin mengabarkan bahwa ami mu telah berpulang ke Rahmatullah.Ia menulis pesan sesaat sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya.”Andi,anakku.Tak usah kau kembali lagi,nak.Tetaplah disana bersama abi”.

                                            ***

    Senja kembali lagi membawa awan tebalnya yang berwarna keemasan.Saat ini,di depan pekarangan rumah abi yang dipenuhi rumput – rumput hijau,sudah berkumpul sebuah keluarga kecil yang baru saja akan memulai merajut masa – masa indahnya.Aku,abi dan adikku,Arnita.Arnita menghempaskan tepukan tangannya diatas pundakku.

    “kak Andi,kita sekarang adalah saudara yang bernasib sama.Umiku dulu pergi,dan sekarang ami juga pergi.Semuanya adalah ibuku,aku tahu pasti rasanya kehilangan kasih cinta dari ibu.Kak Andi juga kan?” kata Arnita.

    “Andi anakku.Kau juga pasti bisa membayangkan bagaimana sakitnya kehilangan dua orang yang sangat dicintai ,Uminya Arnita dan ami mu.Rasanya seperti burung yang kehilangan kedua sayapnya.Mungkin ketika sayap itu tinggal satu yang ia miliki,ia masih bisa terbang walaupun tak sesempurna ketika bersayap dua.Tapi,jika sayap itu hilang semuanya.

Burung itu pasti sudah tak patut disebut burung.Karna burung adalah seekor hewan yang memang ditakdirkan untuk dapat terbang,dengan menggunakan kedua sayapnya.Tanpa sayap,

burung takkan ada artinya” kata abi.

    Aku kembali menatap senja sore yang kini sudah mulai agak menghilang.

    “Terimakasih Ya Allah,kau telah berikan takdir ini kepadaku.Takdir cinta ini adalah sebuah rencanamu yang mampu membuatku bertemu dengan orang – orang yang mampu membuatku sadar akan kasih sayang.Meski pada akhirnya,aku harus kehilangan satu orang yang takdir pun harus memisahkanku padanya.Aku cukup terima dan cukup ikhlas Ya Allah karna pada waktunya semua akan berakhir baik” desah syukur ku panjatkan lirih,namun dapat terdengar oleh abi dan Arnita.

Tak lama setelah itu langit pun mulai berwarna gelap,bersamaan dengan itu,satu bintang yang berkerlip muncul begitu saja diantara selingan awan – awan hitam.Bintang itu berkilau dan bercahaya terang,mungkin ia juga tahu tentang sebuah takdir cinta yang Allah berikan kepada salah satu hambanya di senja ini.Yang kini hamba itu telah mendapatkan takdir itu di bawah langit Aceh Darussalam.

                                                ...TAMAT...

0 komentar :

Posting Komentar